Samudera dan Hujan Oktober

Sulistia Wargi

Samudera dan Hujan Oktober

Oktober adalah satu ikat bunga yang layu dikeranjang sepedamu
Yang sampai layupun tak pernah kau sampaikan padaku
Tak jua kau berikan padaku
Entah untuk apa kau menyimpannya
Lelaki bermata samudera,
untuk apa kau simpan bunga itu sendiri ?
kian layu dan sebentar lagi mati

Beruntung Oktober datang dengan rintik hujan penuh kerinduan
Mungkin kau menanti hujan ini, bukan ?
Yang akan membawa ruh kehidupan untuk bunga-bungamu dikeranjang sepeda
Tapi, untuk apa kau berharap kehidupan bagi bunga-bunga ?
Sementara kau hanya menyimpannya sendirian
Tidak indah laki-laki bermata samudera menyimpan bunganya sendirian
Tidak akan indah jika tidak diberi pada perempuan yang menanti bertahun untuk suatu pengharapan
Lelaki bermata samudera
Hujan ini turun bersama Oktober yang tidak ceria
Aku rasa, bunga-bunga itu tidak akan hidup kembali
Ia akan mati bersama dengan harapanku yang terlalu lelah mencari

Oktober kini berwarna biru
Ia membeku dengan rintik hujan yang terasa menusuk-nusuk relung kalbu
Oktoberku membiru, entah Oktobermu
Aku dengan rasa biruku
Entah kapan akan berlalu
Mereka memanggilku si dungu
Sebab terlalu setia menunggu
Sebab ketidakpastian darimu adalah puisi paling syahdu yang selalu ku baca disudut kamarku
Mereka tidak akan mampu memahami ini semua
Sebab mereka tak punya cara membaca kamu dengan rasa yang mengudara

Kamu seperti hujan di bulan Oktober yang selalu ku nanti-nanti
Hingga akhirnya hujan itu turun dan semua orang bahagia
Aku pikir, kamupun akan datang menghampiri
Walau harus menunggu lama tapi akhirnya kita akan bahagia
Aku tak peduli apakah kamu masih akan sedingin hujan
Atau mungkin seperti salju yang lebih penuh kedinginan
Aku sungguh tak perduli
Karena seperti apapun kamu, aku akan tetap seperti ini
Menjadi bara api yang membakar diri sendiri untuk menghangatkan Oktober dikala hujan
Menjadi bara api yang menghanguskan diri sendiri untuk membuatkan Oktober kehangatan
Aku akan tetap seperti ini
Menjadi apapun walau mengorbankan diri sendiri

Jika bunga itu akan tetap kau genggam sampai mereka mati
Tidak apa-apa, itu hakmu, meski ku sudah lama menanti
Setidaknya aku jadi faham
Bahwa kau berpikir lebih baik bunga itu mati daripada harus hidup sebagai hadiah untukku
Ya, setidaknya aku faham, sangat faham
Bahwa kau pikir aku hanya seorang dungu yang berharap terlalu tinggi untuk mendapatkan seikat bunga darimu
Namun, selama hujan masih membersamai Oktober ini
Aku tidak akan berhenti menanti
Mungkin saja dipenghujung hari
Kau akan berikan seikat bunga, yang mungkin telah mati
Aku tetap disini
Menunggu saat berharga itu menghampiri

Lelaki bermata samudera, ku ingin kau disini
Sebab hujan terlalu dingin untuk menyendiri
Dan hatiku terlalu biru dalam beku
Mungkin, sedikit obrolan ringan denganmu bisa jadi penawar rindu
Rindu yang sebetulnya tak pernah bisa terobati
Bahkan di Okotber yang hujan ini
Aku hampir terbunuh oleh kerinduan yang terlalu lama menanti
Lelaki bermata samudera, aku masih disini, masih hujan, masih di bulan Oktober, jangan buat aku mati seperti ini.



Serang, 13 Oktober 2019

Comments

Popular posts from this blog

Refleksi : Tentang Usia

Refleksi : Ekspektasi