Perjalanan - Sulistia Wargi
Perjalanan 1
Selalu ada pelajaran disetiap perjalanan. Hari ini, aku menuju kota sebelah. Berlokasi di Provinsi Jawa Barat. Aku sendiri saat ini di Provinsi DKI Jakarta. Aku pergi untuk beberapa hari. Akan tinggal sendirian disuatu penginapan. Melaksanakan salah satu tugas penting pekerjaan.
Keretaku melaju dengan anggun di tengah cuaca pagi cerah menuju siang yang panas. Pukul 10.30, aku masih memandang pemandangan tak indah lewat kaca kereta. Beberapa stasiun harus aku lewati sebelum sampai akhirnya tiba di stasiun tujuan. Beberapa kali pula kereta berhenti setiap memasuki stasiun baru. Beberapa kali orang berlalu-lalang masuk dan pergi. Berulang kali mataku mengikuti langkah kaki tiap-tiap dari mereka.
Selalu ada pelajaran dari tiap-tiap perjalanan. Begitulah yang sudah aku alami selama usia ku yang kini menginjak 26 tahun. Saat ini, tepat diseberang tempat dudukku, ada seorang anak laki-laki yang bisa ku taksir usianya sekitar 15 tahun duduk bersama ibunya. Namun aku tak yakin, karena agak sulit menebak usia orang disabilitas. Aku sebenarnya kurang mengerti soal disabilitas apa yang anak ini derita. Namun sekilas, ia seperti mengamali down syndrome. Anak ini tersenyum-senyum melihat ke arahku dengan kedua tangan nya yang membengkok dan jari-jarinya yg terlihat kaku. Lehernya membengkok miring ke kanan dan senyumnya terlihat tertarik kesana kemari.
Aku tak bisa untuk tidak membalas senyumnya. Terlihat tulus senyum dari anak itu. Ibunya yang menyadari akan apa yang tengah terjadi, langsung angkat bicara,
"Maaf ya mbak, dia emang kadang-kadang suka senyum-senyum begini kalo lihat mbak-mbak. Soalnya dia inget kakaknya mungkin hehe" Ibu dengan baju berwarna cokelat muda itu berusaha seteduh mungkin kepadaku.
Aku meresponnya dengan tak kalah teduh.
Kereta sedang lenggang, maka dari itu kami bisa sedikit mengobrol seperti ini walau dengan jarak yg cukup berjauhan, bersebrangan.
Ucapan ibunya sangat teduh dan menenangkan. Aku merasa anak ini memang memiliki tantangan besar dalam hidup dikarenakan kondisinya namun aku tak begitu khawatir sebab ia memiliki sosok ibu yang sangat teduh seperti ini. Namun, kondisi sekitar kami sebaliknya. Orang-orang disekitar terlihat terganggu dengan keberadaan anak ini.
Sesekali dari mereka merasa jijik karena sesekali anak ini mengeluarkan air liur dari ujung mulutnya yabg segera diusap ibunya. Sebagian dari mereka adapula yang memandang anak ini dengan tatapan yg kurang mengenakan. Beberapa lain bahkan ada yg membuatnya menjadi bahan candaang dengan teman-temannya yg sama-sama melihat anak ini. Aku yakin, ibunya pasti menyadari situasi ini. Tapi ibu ini tidak pernah marah. Jangankan marah, untuk sekedar menatap benci orang-orang ini pun tidak pernah. Bahkan, ia hanya terus mengelus-elus tangan anaknya sambil tersenyum melihat wajah anaknya yang sampai saat ini masih tersenyum memandangiku.
Ini benar-benar menusuk-nusuk hatinya. Situasi yabg bahkan tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Sesakit ini aku merasakan penderitaan ibu dan anak ini. Jika saja aku bisa membantu mereka untuk menjadi lebih bahagia. Namun rasanya, jika seperti ini, mereka baik-baik saja. Justru aku yang sangat lemah, bahkan air mataku tak terasa menetes dari ujung mata yg basah ini.
Pelajaran yang sangat berharga. Kita bisa melihat tentang bagaimana orang-orang berperilaku terhadap anak-anak, terhadap orang tua, terhadap lansia, terhadap orang yg status finansialnya dibawah kita, status finansialnya diatas kita, terhadap orang yang memiliki keterbatasan, terhadap orang yang bahkan memiliki gangguan jiwa. Kita bisa melihat bagaimana manusia memperlakukan manusia secara diskriminatif hanya karena mereka memiliki sedikit perbedaan. Mereka jadi lupa bahwa kita ini sama-sama manusia.
Hmmmm... nafasku terasa sangat berat saat kereta berhenti di stasiun berikutnya dan anak ini kemudian turun bersama ibunya dengan senyum yang luntur diwajahnya. Saat ini, orang-orang tadi mengalihkan pandangannya ke arahku. Aku tak mau ambil pusing. Ku ambil earphone, menuju playlist kesukaanku. Menutup mata.
Selalu ada pelajaran disetiap perjalanan. Hari ini, aku menuju kota sebelah. Berlokasi di Provinsi Jawa Barat. Aku sendiri saat ini di Provinsi DKI Jakarta. Aku pergi untuk beberapa hari. Akan tinggal sendirian disuatu penginapan. Melaksanakan salah satu tugas penting pekerjaan.
Keretaku melaju dengan anggun di tengah cuaca pagi cerah menuju siang yang panas. Pukul 10.30, aku masih memandang pemandangan tak indah lewat kaca kereta. Beberapa stasiun harus aku lewati sebelum sampai akhirnya tiba di stasiun tujuan. Beberapa kali pula kereta berhenti setiap memasuki stasiun baru. Beberapa kali orang berlalu-lalang masuk dan pergi. Berulang kali mataku mengikuti langkah kaki tiap-tiap dari mereka.
Selalu ada pelajaran dari tiap-tiap perjalanan. Begitulah yang sudah aku alami selama usia ku yang kini menginjak 26 tahun. Saat ini, tepat diseberang tempat dudukku, ada seorang anak laki-laki yang bisa ku taksir usianya sekitar 15 tahun duduk bersama ibunya. Namun aku tak yakin, karena agak sulit menebak usia orang disabilitas. Aku sebenarnya kurang mengerti soal disabilitas apa yang anak ini derita. Namun sekilas, ia seperti mengamali down syndrome. Anak ini tersenyum-senyum melihat ke arahku dengan kedua tangan nya yang membengkok dan jari-jarinya yg terlihat kaku. Lehernya membengkok miring ke kanan dan senyumnya terlihat tertarik kesana kemari.
Aku tak bisa untuk tidak membalas senyumnya. Terlihat tulus senyum dari anak itu. Ibunya yang menyadari akan apa yang tengah terjadi, langsung angkat bicara,
"Maaf ya mbak, dia emang kadang-kadang suka senyum-senyum begini kalo lihat mbak-mbak. Soalnya dia inget kakaknya mungkin hehe" Ibu dengan baju berwarna cokelat muda itu berusaha seteduh mungkin kepadaku.
Aku meresponnya dengan tak kalah teduh.
Kereta sedang lenggang, maka dari itu kami bisa sedikit mengobrol seperti ini walau dengan jarak yg cukup berjauhan, bersebrangan.
Ucapan ibunya sangat teduh dan menenangkan. Aku merasa anak ini memang memiliki tantangan besar dalam hidup dikarenakan kondisinya namun aku tak begitu khawatir sebab ia memiliki sosok ibu yang sangat teduh seperti ini. Namun, kondisi sekitar kami sebaliknya. Orang-orang disekitar terlihat terganggu dengan keberadaan anak ini.
Sesekali dari mereka merasa jijik karena sesekali anak ini mengeluarkan air liur dari ujung mulutnya yabg segera diusap ibunya. Sebagian dari mereka adapula yang memandang anak ini dengan tatapan yg kurang mengenakan. Beberapa lain bahkan ada yg membuatnya menjadi bahan candaang dengan teman-temannya yg sama-sama melihat anak ini. Aku yakin, ibunya pasti menyadari situasi ini. Tapi ibu ini tidak pernah marah. Jangankan marah, untuk sekedar menatap benci orang-orang ini pun tidak pernah. Bahkan, ia hanya terus mengelus-elus tangan anaknya sambil tersenyum melihat wajah anaknya yang sampai saat ini masih tersenyum memandangiku.
Ini benar-benar menusuk-nusuk hatinya. Situasi yabg bahkan tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Sesakit ini aku merasakan penderitaan ibu dan anak ini. Jika saja aku bisa membantu mereka untuk menjadi lebih bahagia. Namun rasanya, jika seperti ini, mereka baik-baik saja. Justru aku yang sangat lemah, bahkan air mataku tak terasa menetes dari ujung mata yg basah ini.
Pelajaran yang sangat berharga. Kita bisa melihat tentang bagaimana orang-orang berperilaku terhadap anak-anak, terhadap orang tua, terhadap lansia, terhadap orang yg status finansialnya dibawah kita, status finansialnya diatas kita, terhadap orang yang memiliki keterbatasan, terhadap orang yang bahkan memiliki gangguan jiwa. Kita bisa melihat bagaimana manusia memperlakukan manusia secara diskriminatif hanya karena mereka memiliki sedikit perbedaan. Mereka jadi lupa bahwa kita ini sama-sama manusia.
Hmmmm... nafasku terasa sangat berat saat kereta berhenti di stasiun berikutnya dan anak ini kemudian turun bersama ibunya dengan senyum yang luntur diwajahnya. Saat ini, orang-orang tadi mengalihkan pandangannya ke arahku. Aku tak mau ambil pusing. Ku ambil earphone, menuju playlist kesukaanku. Menutup mata.
Comments
Post a Comment